Ini bukan di Jepang, tapi di
salah satu daerah di Indonesia,tepatnya di kabupaten Biak Numfor, Papua Barat.
Lagi-lagi tulisan kali ini
tentang Papua! Rasanya sayang jika kisah ini tidak dibagikan.Jadi, jangan
bosan-bosan yah, hehehe.
wall ini sebagai centre point |
Akhirnya sampai di tempat ini,
setelah bertanya kesana-kemari.Tak perlu khawatir untuk bertanya kepada
penduduk Biak yang ramah. Mereka akan dengan senang hati menjelaskan arah
tujuan. So, never judge the book by the cover.
batu asimetris depan wall |
Ternyata petunjuk membawa kami ke
sebuah perkampungan dekat pantai.Semakin jauh memasuki daerah tersebut semakin
penasaran, dengan monumen Jepang yang memiliki kaitan dengan Goa Jepang.Monumen
Jepang terletak di Pantai Paray, Distrik Biak Kota.Di tengah-tengah
perkampungan penduduk di pantai Paray.Salah satu pantai yang cukup terkenal di
Biak.
Sebelum masuk, kami ijin dulu
dengan warga yang berdomisili tepat di samping Monumen Jepang.Sayangnya, tak
ada guide dari penduduk setempat yang menjelaskan lebih detail tentang Monumen Jepang ini.
Excited sih! Karena di
tengah-tengah perkampungan penduduk Biak di wilayah pantai Paray, terdapat
Monumen dengan arsitektur yang modern dan minimalis.Suasana cukup sejuk dan
rindang.Terdapat beberapa pohon kelapa dan pepohonan di sekitar.Dengan hembusan
angin laut dari pantai Paray di seberang jalan depan monumen.
di seberang monumen adalah pantai Paray |
Centre point dari Monumen ini
adalah sebuah wall dengan tulisan, “Monumen Perang Dunia ke-II”, dalam tiga
bahasa, yaitu : Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Bahasa Jepang.Dalam
prasasti yang terdapat di monumen tersebut menjelaskan, bahwa dibangunnya
monumen tersebut untuk mengenang terjadinya Perang Dunia ke-II, mengenang
tentang kekejaman perang dengan segala
akibatnya agar tidak terulang lagi.Monumen ini merupakan kerjasama antara
pemerintah Indonesia dengan pemerintah Jepang.Dibangun pada tanggal 24 Maret 1994.
prasasti dengan tiga bahasa |
prasasti dengan bahasa Inggris |
prasasti dengan bahasa Indonesia |
Di depan wall tersebut, terdapat
batu berbentuk asimetris.Di depan batu asimetris tersebut, berjejerlah undakan
berbentuk segi empat yang ditempatkan dengan jarak tertentu.Bisa buat tempat
duduk-duduk.Tak jauh dari situ, masih di kawasan monumen, terdapat bangunan
dengan bentuk atap melengkung, yang di bagian bawahnya terdapat meja dan tempat
duduk permanen, lagi-lagi terbuat dari batu/semen.
depan wall |
di balik dinding tempat bersandar disitulah letak prasastinya |
Sementara itu, di sisi kiri wall,
disinilah terdapat prasasti.Dari luar tidak kelihatan.Mesti masuk agak ke
dalam.Karena dipisahkan dengan sebuah dinding.Selain prasasti dalam tiga
bahasa, disini juga terdapat tiga tiang.Di dekat tiang terdapat sebuah pintu
dengan materi kayu yang cukup kokoh.Entah untuk menuju kemana pintu tersebut.
disitu tertulis nama arsitek monumen |
entah pintu kemana??? |
Benar-benar minimalis.Cukup
terkesan dengan arsitekturnya.Setiap tahun banyak turis Jepang yang berkunjung ke
sini.Saya cukup betah berada di tempat ini, tapi karena hari Jumat dan rekan
saya harus segera melaksanakan kewajibannya, maka beranjaklah kami.Tak lupa
merogoh kocek sebesar 20ribu rupiah, untuk seorang remaja perempuan yang
memintai kami, sebagai tanda masuk, meski kami tak diberi karcis tanda masuk
setelah itu.Tak mengapa, karena pengalaman berada di Monumen ini tak dapat
diukur dengan materi.