Jumat, 19 September 2014

Pulau Doom Yang Memikat


Jalan-jalan pertama saya di Sorong, Papua Barat adalah ke Pulau Doom.Saya begitu penasaran ingin segera merasakan atmosfer berada di Pulau tersebut.Pulau yang dibangun dengan perencanaan yang cukup baik oleh pemerintah Belanda.Akhirnya bersama sahabat dan teman-temannya kami berangkat dari Pelabuhan Sorong dengan long boat bermesin , dengan membayar 2000 hingga 5000 rupiah per orang, tak sampai 15 menit long boat sandar di pantai Pulau Doom.


Panas terik tak terelakkan.Becak dan ojek sebagai sarana transportasi di pulau menyambut kami.Karena ingin menikmati suasana pulau, becak menjadi pilihan transportasi.Kena angin sepoi-sepoi duhh...senangnya....panas pun tak kami hiraukan.

Menikmati suasana Pulau Doom, pulau dengan lingkar pulau 4,5 kilometer, seakan membawa kami ke masa lalu.Gedung maupun rumah-rumah peninggalan pemerintahan Belanda  masih dapat kami temui di tempat ini.Tenang dan damai.Lensa kamera saya bahkan tak henti menangkap objek yang menarik.Bagi pecinta fotografi, Pulau Doom memiliki banyak sekali spot menarik sebagai objek foto.Tak berlebihan jika saya menyebutnya sebagai surga bagi pecinta fotografi.


Di sepanjang perjalanan berkeliling dengan becak.Kami melewati kuburan.Yang menarik, makam muslim dan non muslim berseberangan.Hanya dipisahkan dengan jalan setapak.Ini bisa menjadi salah satu bukti bahwa penganut agama dan kepercayaan yang berbeda di Pulau ini hidup berdampingan dengan rukun dan damai.

Yang menjadi perhatian kami selanjutnya adalah mencari lokasi bunker.Tidak hanya pada masa penjajahan Belanda saja. Pada jaman pendudukan Jepang serta pada masa perang dunia kedua, di kawasan Pulau Doom ini, di bangunlah lorong-lorong pertahanan yang digunakan sebagai bunker serta untuk menunjang aktivitas peperangan pada masa itu.Lokasi bunker berada di dekat pemukiman penduduk.Sungguh kelihatan seperti kurang terawat.Hanya ada plang yang menjadi penunjuk dimana bunker tersebut berada.Tak kami lewatkan berfoto di depan bunker.



Beberapa hal lain yang tak kami lewatkan adalah menikmati keindahan Pulau Doom dari beberapa sudut.Berfoto dengan latar belakang mercusuar yang berada di sebuah pulau tak berpenghuni di dekat Pulau Doom.Sekedar menikmati batu-batu karang ketika air tengah surut di belakang rumah penduduk setempat dan bercengkrama dengan anak-anak setempat adalah pengalaman mengesankan yang membuat kami sadar betapa kayanya Indonesia dan betapa beragamnya suku dan budaya di negara yang tercinta ini.Namun, hal tersebut bukan penghalang bagi kami untuk saling berbagi moment indah.




Puas berfoto dengan segala bentuk kenarsisan kami.Saatnya pulang.Masih dengan menumpang becak yang sama.Kami diajak berkeliling pulau.Pulau Doom merupakan bagian dari Distrik Sorong Kepulauan.Yang terdiri atas kelurahan Doom Timur dengan luas kurang lebih 2 km persegi dan kelurahan Doom Barat dengan luas kurang lebih 1,5 km persegi.Jadi, dengan luas tersebut, bisa kok mengeliling Pulau Doom dalam sehari.


Gedung Kesenangan, Gereja dan bangunan-bangunan peninggalan Belanda masih menjadi pemandangan yang kami nikmati dalam perjalanan kembali ke pelabuhan Pulau Doom.Saya membayangkan, bagaimana dulu, Pemerintah Belanda memiliki perencanaan yang matang dalam tata kota di Pulau kecil ini.Pulau ini dikenal juga dengan Pulau Bintang oleh penduduk setempat.Karena dulu, Pulau ini sudah terang benderang di malam hari, dimana kota Sorong sendiri pada masa itu masih gelap gulita. Pulau Doom ini sudah tampak gemerlap dan terang dengan sinar lampunya sehingga terlihat seperti bintang-bintang yang berkelip.Pembangkit listrik memang telah lebih dulu dibangun di tempat ini. 

Pulau Doom adalah pulau yang memiliki nilai sejarah yang tinggi.Berada di tempat ini seperti kembali ke masa lalu.Jika suatu saat takdir membawa anda ke Sorong, jangan pernah lewatkan untuk berkunjung ke Pulau kecil yang memikat ini.Pulau Doom...semoga suatu hari dapat menjejakkan kaki lagi di Pulau yang mengesankan ini.


Kamis, 18 September 2014

Touchdown Sorong, Papua Barat

Kangen Papua! Karena itu saya memutuskan mengunjungi salah satu kabupaten di provinsi Papua Barat. Kabupaten Sorong yang juga di kenal sebagai pintu gerbang menuju wilayah lain di Papua dan yang paling eksotisss adalahhh pintu gerbang menuju Raja Ampat, salah satu kabupaten di Papua Barat yang terkenal akan keindahan dan keanekaragaman biota bawah lautnya.Alasan lainnnya, karena ingin mengunjungi sahabat yang sudah beberapa tahun menetap di Sorong.

dekat jendela, Yess!!!

Saya memilih hari, meminta izin ke pimpinan di kantor dan di rumah :D .Setelah itu, memesan tiket jauh hari sebelumnya demi mendapatkan harga murah dibandingkan memesan menjelang keberangkatan.Saya memutuskan memesan tiket PP.Setelah browsing dan akhirnya  memutuskan memesan tiket di travel langganan dengan harga cukup murah, tiket seharga 1.184.000 untuk berangkat dan1.084.000 untuk pulang sudah digenggaman.Yeayy…lets start this trip!

Penerbangan ke wilayah Indonesia Timur dari Bandara Sultan Hasanuddin sebagian besar pada waktu dini hari atau menjelang subuh, sehingga pesawat akan mendarat pada pagi hari.Boarding time saya pukul 03.15  WITA maka saya memutuskan check in sekitar pukul 01.00 WITA agar bisa request ke mbak penjaga counter untuk dapat duduk di dekat jendela.Hey…I wanna get the best pic when sunrise from my plane!

Kali ini saya menumpang maskapai Sriwijaya menggunakan pesawat Boeing 737 500 yang berkapasitas penumpang 132 orang.Di pemeriksaan terakhir sebelum naik pesawat, penumpang dengan nomor kursi 12 ke atas diminta masuk melalui pintu belakang.Sedikit penasaran sih, pas naik pesawat juga kaget, karena nomor kursi terakhir adalah 22 dengan formasi 3-3.Tapiii, segera saya tersadar bahwa bandara tujuan adalah DEO Sorong, yang untuk sementara ini hanya dapat menampung pesawat berbadan kecil saja.Hehehe, saya jadi ingat, salah satu alasan untuk memilih tidak naik Garuda meski harga hanya beda sedikit saja dengan Sriwijaya, yah ituu..karena pake pesawat berbadan kecil juga, pesawat Bombardier CRJ terbaru dari Kanada yang belum memiliki fasilitas flight entertainment alias layar di depan seat yang bias buat nonton atau dengar lagu.Padahal kan dengan waktu tempuh selama dua jam, pastinya penumpang ingin mendapat hiburan di atas pesawat biar tidak boring duduk lama, hihihi.

Tapi keputusan saya memilih Sriwijaya sudah tepat!Kenapa? karena selama penerbangan saya tertidur, kecapekan setelah menempuh Sinjai-Makassar dengan naik motor di hari yang sama.Saya terbangun sekitar 45 menit sebelum pesawat mendarat.Ufuk kemerahan sudah nampak.Pramugari mulai membagikan makanan.Spagheti enak tapi dingin, a cup of agar-agar, muffin, dan segelas air mineral.Saya memaksakan mengunyah sedikit sambil mata saya tak lepas menatap keluar dari balik jendela pesawat.Menunggu moment yang tepat untuk mengambil gambar.

conveyor belt di Bandara DEO

Bandara DEO, Sorong
Sekitar pukul 06.30 pesawat mendarat dengan mulus di Bandara Dominique Edward Osok, Sorong, Papua Barat.Dengan shuttle bus kami dibawa menuju ruang kedatangan.Di pintu kedatangan, kami disambut potter bandara dengan seragam hitam yang siap membawakan barang penumpang.Di sini memang tidak ada trolley, tapi sudah cukup lumayan karena sudah terdapat conveyor belt untuk bagasi, tidak seperti di bandara Kaimana, dimana penumpang mengambil bagasi langsung dari dalam gerobak dorong.Setelah mendapatkan bagasi, saya keluar menuju ruang tunggu.Senangnyaaa…menghirup udara Papua, meski masih pukul 07.00 namun matahari sudah mulai agak menyengat.Dari kejauhan bukit-bukit mengelilingi Bandara DEO, nice view.Sayangnya, saya tidak sempat mengabadikan gambar, keburu excited dengan pertemuan kakak sahabat yang datang menjemput.Yeayyy…touchdown Sorong…

Kamis, 14 November 2013

Monumen Jepang Bukan di Jepang


Ini bukan di Jepang, tapi di salah satu daerah di Indonesia,tepatnya di kabupaten Biak Numfor, Papua Barat.
Lagi-lagi tulisan kali ini tentang Papua! Rasanya sayang jika kisah ini tidak dibagikan.Jadi, jangan bosan-bosan yah, hehehe.

wall ini sebagai centre point

Akhirnya sampai di tempat ini, setelah bertanya kesana-kemari.Tak perlu khawatir untuk bertanya kepada penduduk Biak yang ramah. Mereka akan dengan senang hati menjelaskan arah tujuan. So, never judge the book by the cover.

batu asimetris depan wall

Ternyata petunjuk membawa kami ke sebuah perkampungan dekat pantai.Semakin jauh memasuki daerah tersebut semakin penasaran, dengan monumen Jepang yang memiliki kaitan dengan Goa Jepang.Monumen Jepang terletak di Pantai Paray, Distrik Biak Kota.Di tengah-tengah perkampungan penduduk di pantai Paray.Salah satu pantai yang cukup terkenal di Biak.

Sebelum masuk, kami ijin dulu dengan warga yang berdomisili tepat di samping Monumen Jepang.Sayangnya, tak ada guide dari penduduk setempat yang menjelaskan lebih detail tentang Monumen Jepang ini.

Excited sih! Karena di tengah-tengah perkampungan penduduk Biak di wilayah pantai Paray, terdapat Monumen dengan arsitektur yang modern dan minimalis.Suasana cukup sejuk dan rindang.Terdapat beberapa pohon kelapa dan pepohonan di sekitar.Dengan hembusan angin laut dari pantai Paray di seberang jalan depan monumen.

di seberang monumen adalah pantai Paray

Centre point dari Monumen ini adalah sebuah wall dengan tulisan, “Monumen Perang Dunia ke-II”, dalam tiga bahasa, yaitu : Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Bahasa Jepang.Dalam prasasti yang terdapat di monumen tersebut menjelaskan, bahwa dibangunnya monumen tersebut untuk mengenang terjadinya Perang Dunia ke-II, mengenang tentang kekejaman perang  dengan segala akibatnya agar tidak terulang lagi.Monumen ini merupakan kerjasama antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Jepang.Dibangun pada tanggal 24 Maret 1994.

prasasti dengan tiga bahasa
prasasti dengan bahasa Inggris

prasasti dengan bahasa Indonesia
 
Di depan wall tersebut, terdapat batu berbentuk asimetris.Di depan batu asimetris tersebut, berjejerlah undakan berbentuk segi empat yang ditempatkan dengan jarak tertentu.Bisa buat tempat duduk-duduk.Tak jauh dari situ, masih di kawasan monumen, terdapat bangunan dengan bentuk atap melengkung, yang di bagian bawahnya terdapat meja dan tempat duduk permanen, lagi-lagi terbuat dari batu/semen.

depan wall

di balik dinding tempat bersandar disitulah letak prasastinya

Sementara itu, di sisi kiri wall, disinilah terdapat prasasti.Dari luar tidak kelihatan.Mesti masuk agak ke dalam.Karena dipisahkan dengan sebuah dinding.Selain prasasti dalam tiga bahasa, disini juga terdapat tiga tiang.Di dekat tiang terdapat sebuah pintu dengan materi kayu yang cukup kokoh.Entah untuk menuju kemana pintu tersebut.

disitu tertulis nama arsitek monumen

entah pintu kemana???
Benar-benar minimalis.Cukup terkesan dengan arsitekturnya.Setiap tahun  banyak turis Jepang yang berkunjung ke sini.Saya cukup betah berada di tempat ini, tapi karena hari Jumat dan rekan saya harus segera melaksanakan kewajibannya, maka beranjaklah kami.Tak lupa merogoh kocek sebesar 20ribu rupiah, untuk seorang remaja perempuan yang memintai kami, sebagai tanda masuk, meski kami tak diberi karcis tanda masuk setelah itu.Tak mengapa, karena pengalaman berada di Monumen ini tak dapat diukur dengan materi.

Rabu, 13 November 2013

Naik Becak, Kena Angin Sepoi-sepoi


Akhir-akhir ini, saya jadi langganan becak.Khususnya untuk aktivitas Sabtu-Minggu, atau ketika ke pasar.Memilih naik becak meski jarak dari rumah cukup dekat, daripada terpanggang panasnya matahari di Sinjai.

Awal 2010, naik Bentor, becak-motor di Gorontalo

Naik becak, seru juga! Kena angin sepoi-sepoi.Tinggal duduk manis.Balas sms atau angkat telfon ketika di jalan, tidak perlu khawatir.Ada daeng becak yang mengayuh becak.Beda ketika mengemudikan kendaraan.Naik becak juga jadi pilihan ketika membawa beberapa barang yang tidak dapat saya bawa dengan kendaraan bermotor roda dua.

Beberapa kali naik becak di luar Sinjai, saya jadi membandingkan becak Sinjai atau becak Makassar dengan becak lain yang ada di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Yogyakarta maupun Gorontalo, yang lebih terkenal dengan Bentor,becak bermotor, becak yang digabungkan dengan sepeda motor.

Di Sinjai, becak tidak sebanyak seperti beberapa tahun yang lalu.Mungkin karena sudah ada pilihan transportasi lain yang lebih cepat, ojek motor.Becak biasanya hanya mangkal di beberapa tempat yang rame saja, seperti di pasar dan di depan swalayan.Kadang-kadang, kalo lagi terburu-buru dan mesti nunggu becak, saya harus sabar, padahal jalan depan rumah saya tergolong cukup ramai dilalui kendaraan, tapi tetap harus setia menunggu becak yang mulai jarang lewat.

Kalau dibandingkan dengan becak di Yogyakarta atau bentor di Gorontalo, becak di Sinjai agak sempit untuk ukuran dua orang.Kurang lapang.Beda sekali dengan dengan becak di Yogyakarta yang lapang.Soal bentor yang merupakan modifikasi antara becak dengan sepeda motor lain lagi.Bentor punya tudung alias penutup di depan.Anginnya sih lebih kencang lagi.Saya sarankan, naik bentor tanpa penutup depan, siapkan sunglasses, biar mata tidak kelilipan karena debu dan cukup aman dari silaunya cahaya matahari.Siapkan juga telinga anda untuk mendengarkan musik yang cukup menghentak.Umumnya, bentor di Gorontalo full musik, house musik pula! Mantap deh!

Di Indonesia, hanya satu daerah yang melarang penggunaan becak, yaitu Jakarta.Sementara di daerah pariwisata, seperti Yogyakarta, becak digunakan untuk mengantar turis berkeliling, khususnya turis-turis asing.Pengayuh becak bahkan diuntungkan karena mereka mendapat fee dari toko-toko souvenir yang disinggahi.Jadi, bayaran lima ribu hingga 10 ribu untuk berkeliling selama tiga jam di Yogyakarta tidak masalah bagi pengayuh becak di kota tersebut.

Tapi, ada juga sih, yang agak kurang suka naik becak.Dibandingkan dengan alat transportasi lain, pastinya becak yang paling lamban sampai ke tempat tujuan.Saya sih lebih suka naik becak, bebas polusi, lebih santai, bisa liat pemandangan sekitar yang saya lalui, dan pastinya kena angin sepoi-sepoi.

Kamis, 07 November 2013

Ada 'Prancis' di Serui


Serui adalah salah satu kabupaten yang terletak di Pulau Yapen Waropen, terletak di propinsi Papua Barat.Ke Serui ketika itu masih dalam rangka meliput tim bola Sinjai, Perssin, yang saat itu melakukan laga tandang dalam kompetisi Divisi Utama Liga Indonesia 2013.

dua buah mesin masing berkapasitas 200 siap membawa kami melaju bersama seppedboat menuju Pulau Yapen Waropen

meninggalkan Pulau Biak menuju Serui di Pulau Yapen Waropen

perpaduan yang indah...

Terdapat beberapa alternatif ke Serui, bisa melalui udara dengan pesawat baling-baling berkapasitas 12 penumpang, yang terbangnya harus memerhatikan kondisi cuaca Papua yang ekstrim.Terbangnya sekitar 20-30 menit atau tergantung cuaca.Bisa juga melalui laut dengan kapal maupun speed boat.Pilihan ke Serui akhirnya jatuh kepada speedboat.Dengan pertimbangan speedboat biaya cukup murah dibanding naik pesawat, cukup aman meski harus menempuh perjalanan selama 6-7 jam tanpa henti!

breefing singkat dan doa sebelum berangkat
Subuh saya sudah bersiap, semalam sebelumnya saya sudah packing, jadi pagi hari tidak perlu terburu-buru.Semua anggota rombongan diminta membawa barang seperlunya saja.Barang-barang lainnya disimpan dalam sebuah kamar di penginapan.Karena, dari Serui kami masih akan kembali ke penginapan ini.Selain karena speed boat yang kapasitas muatan terbatas, sementara  anggota rombongan saja sebanyak 25 orang.


Seusai sarapan di penginapan, rekan-rekan bergegas menaikkan barang ke bus yang siap mengantarkan kami ke pelabuhan.Meski sebenarnya jaraknya cukup dekat.Bersyukur, perhatian dari salah seorang pejabat di Biak yang orang Sinjai, sangat membantu dan mendukung kami selama persiapan menuju ke Serui.

naiknya satu persatu

 Di pelabuhan, segera kami satu persatu naik keatas speedboat, sebelumnya barang-barang terlebih dahulu dinaikkan.Mesin dinyalakan, dan kami pun melaju menuju ke Pulau Yapen Waropen.
Excited! Tentu saja, karena ini pertama kalinya saya naik speedboat, di perairan Teluk Cendrawasih pula, yang merupakan salah satu tempat menyelam favorit para divers.
suasana di dalam speedboat, ruang duduk yang cukup nyaman
Speedboat yang kami tumpangi, meski kecil namun cukup nyaman.Terdapat ruangan dengan sofa cukup empuk dilengkapi AC, tempat masak air, toilet dan sebuah ruangan untuk tidur-tiduran, dan tempat di luar di dekat ruang kemudi yang bisa buat nongkrong-nongkrong sambil menikmati angin laut Papua.Kemudinya dilengkapi dengan GPS.Beberapa kali saya mondar-mandir  antara ruang duduk dengan tempat terbuka di dekat ruang kemudi.Bosan duduk, saya masuk ke dalam ngemil atau makan pop mie sebagai makan siang atauu dengar musik sambil selonjoron di sofa ihh gak sopan yah..hihihi.
belajar nyetir pake GPS
Di perjalanan, sempat melihat lumba-lumba.Sayangnya, tidak sempat terekam kamera saya.Perjalanan cukup menyenangkan dan mengenyangkan dengan cemilan setumpuk,hehehe.Setelah hampir sampai, laju mesin diperlambat.Beberapa pulau-pulau dengan pepohonan hijaunya tampak asri.Namun, sayangnya ketika itu air surut jadi speed boat tidak dapat bersandar penuh di pelabuhan Serui.
 Lebih dari 10 meter jarak speedboat dengan tepian pelabuhan.Air sampai sebatas paha.Gak ada jalan lain selain nyebur dan berbasah-basah.Tapi gak mungkin dong, saya melipat celana jeans hingga sebatas paha.Untunglah,ada teman yang dengan sukarela 'ngangkut' saya.Barang-barang diangkut secara gotong-royong.Saya memang tak punya pilihan waktu itu.

Jarak pelabuhan dengan hotel sangat dekat.Tapi panitia di Serui tetap menyiapkan sebuah bus untuk kami.Di penginapan cukup nyaman, dengan hot shower, bersih-bersih setelah itu lanjut makan siang.Perjalanan yang sangat menantang.Meski sempat turun hujan dengan disertai kilat dan petir, awan hitam tebal bergayut di langit Papua, dan speedboat yang sempat kandas, alhamdulillah, kami tiba dengan selamat.

Welcome Serui.Masyarakat di Serui cukup ramah.Orang asli Serui, tidak seperti kebanyakan Papua asli.Ada istilah, "Prancis" alias Peranakan Cina Serui.Secara fisik, kulit kuning langsat dengan rambut agak keriting.Di Serui sejak dahulu memang didiami oleh pendatang dari beberapa suku.

Pulau di sekitar pulau Yapen
Pelabuhan Serui dengan peti kemas yang berjejeran
aih, harus nyebur nih!

Serui adalah kota kecil.Kalau sore, pasar mulai ramai.Bangunan pemerintah juga cukup baik.Meski sebuah pulau, Serui tetap punya gunung, ya iyalah kan daerah Papua.Dimana-mana ibaratnya pasti ada gunung.Cuaca di sana juga cukup ekstrim.Latihan sore di stadion bolanya, ba'da Ashar, cuaca sudah berkabut.Rekan-rekan serombongan saya, yang sebagian besar pemain bola, harus menjaga kondisi fisik agar tetap fit menghadapi perubahan cuaca yang ekstrim ini.Termasuk saya tentu saja.Menghindari begadang, minum vitamin, dan makan yang teratur.

Sayangnya, saya tidak punya waktu menjelajah Serui.Waktu lowong yang ada saya manfaatkan dengan istirahat guna persiapan perjalanan Serui-Biak yang memakan waktu berjam-jam.Menikmati kota Serui hanya sepanjang perjalanan ke dan dari stadion.Ketika perjalanan itu, kami melewati pemakaman di kota tersebut.Pemakaman antara agama Islam dan Kristen berlokasi di tempat yang sama, hanya dipisahkan oleh jalan saja.Cukup mudah membedakan, tentunya dengan tanda salib di makam kristen dimana sebagian makam kristen cukup megah dan ketika malam menjelang, sebuah lilin atau pelita akan dinyalakan di makam tersebut.

Sore hari jelang magrib, seusai pertandingan, saya menyempatkan diri berjalan menuju ke Pelabuhan Serui.Tak ada sunset karena terhalang oleh gunung.Malamnya, saya ke toko depan hotel.Cari cemilan buat bekal perjalanan balik ke Biak.Di toko ini bukan hanya cemilan dan kebutuhan pokok yang dijual eceran maupun partai besar.Saya malah asyik memerhatikan jejeran botol-botol unik, yang ternyata adalah minuman beralkohol.Harganya pun gak tanggung-tanggung sampai jutaan rupiah dengan berbagai merk.Di Papua, minuman beralkohol memang dijual cukup bebas.bukan hanya di toko seperti yang saya temui di Serui tapi juga di toko sekelas swalayan yang saya temui di Biak.